Hallo sahabat すかSUKI!こんにちは!
Kali ini ada artikel dari seseorang yang sedang belajar Bahasa Jepang juga bahasa-bahasa lainnya. Mungkin kita penasaran ya bagaimana cara belajarnya. Mari kita simak dan semoga kita termotivasi untuk mempelajari bahasa-bahasa lain selain bahasa Inggris.
Perkenalkan nama saya Abay, awalnya kenapa saya belajar bahasa Jepang, karena dari kecil sebenarnya saya suka belajar bahasa terutama bahasa-bahasa asia. Dan waktu SMP tahun 2009 itu sempat belajar bahasa Korea, saat K-POP sedang booming di Indonesia. Waktu itu saya berpikir untuk belajar bahasa lain diluar bahasa Inggris, karena bahasa Inggris itu sudah seperti bahasa wajib, jadinya saya pilihlah bahasa Korea. Setelah lulus SMP saya masuk salah satu SMA di Garut dan di sana saya belajar bahasa asing tapi bahasa Jepang. Awalnya saya hanya iseng-useng saja, tapi lama-lama jadi suka banget dan kalau dianalisis bahasa Jepang dan bahasa Korea itu mirip baik secara kosakata maupun grammar. Tapi sekarang ini bahasa Jepang lebih mahir dibandingkan bahasa Korea itu sendiri.
Saat SMA saya mengikuti Japan Club selama 3 tahun, dan bersyukur saya bisa memenangkan beberapa lomba. Salah satunya adalah juara 1 lomba speech contest tingkat Nasional yang diadakan di Balai Kartini yang merupakan program OHM 2013. Saya merupakan salah satu perwakilan Bandung untuk bersaing dengan peserta kota Jogya dan Jakarta. Yang diambil untuk ke Jepang adalah dari siswa SMA satu orang dan Universitas satu orang.
Juara 1 lomba pidato tingkat nasional
Selama satu minggu saya jalan-jalan di Osaka dan Kyoto. Kegiatan selama di sana seperti kunjungan ke EHLE Intitute, Ritsumeikan Daigaku, Osaka Daigaku, dan tour ke tempat-tempat wisata yang terkenal di Osaka dan Kyoto.
Alasan saya mengapa memilih STBA, sebenarnya saya sempat mendaftar ke universitas UPI dan UNPAD, tapi kurang beruntung. Akhirnya saya memutuskan untuk kuliah di STBA. Di STBA saya sempat mendapatkan beasiswa juga saat tingkat 2.
Selama kuliah di STBA, selain belajar bahasa Jepang, kita dilatih cara berbahasa yang baik dan ditambah keilmuan lainnya seperti pariwisata, management, etika profesi, dll. Dan semua itu sangat membantu saya.
Saat kuliah saya terpilih menjadi duta bahasa kategori media sosial tahun 2018. Selama kuliah biasanya ada bunkasai yang digelar setiap tahunnya. Dan di bunkasai tersebut saya pernah menjuarai beberapa kategori lomba seperti juara 1 kana kontes saat masih tingkat satu, dan juara 2 sakubun contest. Begitupun di tingkat dua, saya pernah mendapatkan penghargaan juara 3 kanji contest dan juara 2 sakubun contest. Hampir setiap tahun saya mendapatkan penghargaan di lomba sakubun dan kanji.
Terpilih sebagai duta bahasa Jawa Bara
Alasan saya suka sakubun karena di sakubun saya bisa mengerahkan kemampuan bahasa, dari mulai kanji menjadi kata, dan kata menjadi kalimat. Dan di sana kita menguji semua aspek bahasa kita. Saat ini saya bekerja di salah satu tempat kursus di Bandung, atau NLEC. Dan aktivitas saya selain mengajar bahasa Jepang, saya juga sedang belajar bahasa asing, bahasa mandarin, Jerman, Thailand dan Prancis.
Saya berprinsip, dengan belajar satu bahasa kita punya satu kunci untuk membuka dunia. Dengan belajar bahasa juga, sebenarnya kita sedang melatih kemandirian, dalam artian kita tidak mengandalkan orang lain atau google translator misalnya, cukup mengandalkan diri kita sendiri.
Cara belajarnya, karena saya menjadikan bahasa Jepang adalah bahasa utamanya. Saat saya ke Jepang pun saya sengaja membeli buku bahasa asing (thailand, prancil, korea, dll) dalam bahasa Jepang. Saya punya motto dalam hidup saya “Isseki nichou”. (Melakukan satu hal untuk mendapatkan keuntungan yang lain). Jadi, saya tidak mau melakukan satu hal saja.
Saya sebenarnya belajar bahasa tidak ditarget, karena saya belajar tergantung mood nya. Karena kalau ditarget saya takut jadi tekanan dan itu menurut saya tidak terlalu baik. Biasanya kalau tidak ingin belajar saya tidak akan belajar, tapi kalau sedang ingin belajar saya bisa cepat menyerap pelajaran.
Selama belajar itu pun saya pernah mengikuti ujian kemampuan bahasa Cina (HSK, Level 2), dan Korea (TOPIK1, Level2) dan tahun ini saya ingin ngambil level 4.
Tidak hanya bahasa Jepang, bahasa lain juga saya sering berinteraksi dengan orang-orang yang suka bahasa Korea dengan kumpul bersama mereka. Dan untuk bahasa Thailand, saya lebih memanfaatkan sosial media.
Menurut saya untuk belajar bahasa Thailand ada 3 hal yang harus kita capai;
1. Kalau orang sunda, sudah mengerti cara penulisan aksara ngalagena akan lebih mudah
2.Kalau sudah mengerti bunyi awal akhir bahasa korea kita bisa lebih mudah mengerti
3.Dan kalau kita sudah mengerti nada dalam bahasa mandarin akan lebih mudah.
Belajar bahasa mungkin ada nilai plus minusnya, misalnya bahasa Jepang mudahnya dari pelafalan bagi orang Indonesia yang lidahnya fleksible. Tapi susahnya mungkin di kanji dan sususan pola kalimatnya. Kalau korea mudahnya secara huruf tapi susahnya di pola kalimat dan penggunaan bahasa sopan dalam bahasa Korea sangat banyak. Dan kalau suka kanji, akan lebih mudah memahami bahasa Cina, dan pola kalimat bahasa Cina mirip dengan bahasa Indonesia. Tapi sulitnya bahasa Cina adalah saat komunikasi karena ada nada dan harus fokus mendengarkannya.
Plus minusnya bahasa Jerman adalah, apa yang kita baca apa yang kita tulis tapi sulitnya secara grammatically. Karena yang saya tahu bahasa Eropa itu banyak pengklasifikasian gender. Bahasa Prancis, secara susunan pola kalimatnya mirip dengan bahasa Inggris tapi ribetnya dari segi pengucapan, dan yang paling susah adalah di listening.
Kalau bahasa Arab, sebenarnya saya baru mau mulai. Saat ke Jepang sudah membeli bukunya, tapi masih belum ada niat yang kuat untuk benar-benar memulainya.
Setelah lulus kuliah sempat baito (sejak tingkat 4), seminggu 2 kali. Tadinya tahun ini saya ingin lanjut kuliah di UPI, tapi mungkin belum ada rizkinya. Untuk sementara kerja di NLEC saja. Harapannya saya ingin langsung pilih S2 di Jepang, tapi untuk saat ini, yang baru terpikirkan di sini saja.
Saya mengajar dari jam 10 pagi sampai jam 6 tapi tergantung banyaknya kelas. Libur hari minggu, tapi kalau tidak ada kelas juga libur.
Pencapaian untuk ke depannya, saya ingin pekerjaan yang banyak bertemu dengan orang, seperti jadi dosen, di Kedubes, atau Kemenlu.
Saya pernah pergi ke Jepang 3 kali, dan kesan pertama kali ke jepang tentunya culture shock. Keberangkatan yang pertama mungkin karena musim dingin harus lengkap pakai jaket dll dan itu ribet bagi saya. Tapi senang juga bisa merasakan Jepang yang tanpa polusi, orang-orangnya ramah, dan juga tempat-tempatnya yang tertata dengan baik. Dan makanan-makanannya juga yang enak serta bisa kunjungan ke lembaga-lembaga. Perjalanan ini adalah hadiah ketika saya mengikuti lomba pidato tingkat nasional itu. Jadi memang temanya jalan-jalan saja.
Yang kedua ke Jepang dalam rangka Teacher Training Capacity Building diadakan selama 6 minggu di daerah Osaka tahun 2017. Program ini sebenarnya untuk dosen, tapi mahasiswa juga diikutsertakan. Dan program ini diadakan supaya dosen bisa mengembangkan cara pengajaran bahasa Jepang di kelas. Misal bagaimana cara speech, interview, atau cara presentasi yang baik.
Ke Jepang yang kedua kalinya untuk sebagai Teacher Training
Ketiga kalinya ke Jepang ini untuk Internship. Saat itu NLEC mengadakan NBIP yang terbuka untuk umum. Tidak seperti tahun lalu dengan peserta yang banyak karena temanya yang menarik. Tapi saya tidak lulus seleksi. Di tahun selanjutnya, internshipnya di “roujin home” merawat lansia di Jepang, mungkin dengan alasan ini pula tidak begitu banyak yang berpartisipasi. Sebenarnya saya ambil program ini bukan karena ingin ke Jepang, tapi saya termasuk orang yang peduli dengan lansia. Karena di rumah pun saya biasa merawat orang tua ketika sakit.
Aktivitas selama di Roujin home diantaranya membersihkan meja, bantu memandikan, menyuapi, mengganti handuk kotor, bahkan ikut dengan para lansia senam bersama. Aktivitas dimulai dari pukul 9 sampai pukul 6. Atau jika ada orang tua yang ada di ruang tengah kita ajak ngobrol dan sebagainya. Di sana juga saya print 12 poster tentang Indonesia, untuk dipresentasikan pada mereka. Juga supaya ada tema percakapan dengan mereka.
Kesan setelah internship di “Roujin home” adalah, saya merasa mereka itu hebat, karena pertama mereka masih punya keinginan untuk meneruskan hidup, dan yang kedua, usia bukan menjadi penghalang mereka untuk beraktivitas. Misalnya dengan usia yang minimal 80 tahun-an ketika diajak melipat origami pun mereka masih mau. Di sana juga saya belajar cara memanfaatkan waktu yang ada di usia saya saat ini.
Bersama lansia di “Roujin Home”
Pesan saya, untuk meningkatkan kemampuan bahasa Jepang adalah jangan pasif. Karena percuma sepintar apapun bahasa Jepang kita tapi kalau tidak ada lawan bicara atau tidak diaplikasikan itu seperti sia-sia. Yang kedua jangan takut salah, kustru dari kesalahan itulah kita jadi belajar. Yang ketiga kita harus cari partner , atau komunitas dari manapun dan kita juga bisa memulai dari hal-hal kecil bersama mereka. Dan yang paling penting kita harus menyiapkan waktu setiap hari minimal beberapa menit, dan tetap dijaga untuk tetap konsisten.
Pesan-pesan buat orang Indonesia yang juga punya cita-cita ke Jepang. Yang pertama mungkin secara bahasa itu sudah pasti. Yang kedua, kalau kita mau mengikuti kebudayaan, kebiasaan bagus mereka, mungkin mereka akan lebih menghargai kita. Dan akan lebih baik juga ketika kita memiliki softskill. Dan mungkin link juga bisa membuka peluang untuk bisa ke sana, dan juga jadilah orang yang aktif dan kreatif.
Nah itu tadi artikel tentang bagaimana Abay-san belajar bahasa. Ternyata belajar itu jangan dijadikan tekanan ya. Dan yang paling penting adalah pengaplikasian bahasa tersebut dalam kehidupan kita.
Sebenarnya peluang untuk bisa ke jepang sangat banyak. Tapi terkadang kita kurang maksimal untuk menggali informasi dan kurangnya kemampuan bahasa adalah kendala terbesar. Dari artikel ini kita belajar, bahwa apapun yang kita pelajari baik bahasa Jepang maupun bahasa lain, akan selalu membuat kita berkembang dan memperluas wawasan dari informasi yang didapatkan dari bahasa asing.(Aririn)