Perkenalkan nama saya Uci berasal dari Cikarang. Saya belajar bahasa Jepang di UNPAD angkatan 2010 dan lulus 2015. Saya kuliah di UNPAD karena diterima melalui jalur mandiri SMUP.
Alasan saya memilih bahasa Jepang karena dulu saya dapat informasi di 2010 mulai banyak perusahaan Jepang di Indonesia. Dan saya juga sebenarnya belum tahu passion saya. Ditambah saat itu orang tua memang mengarahkan saya untuk belajar bahasa Jepang dan juga bahasa Jepang ketika itu masih belum terlalu banyak dibanding bahasa Inggris.
Saya pertama kali ke Jepang tahun 2016 bulan Oktober. Dalam rangka belajar bahasa Jepang di sekolah bahasa di Prefektur Shizuoka. Saya mendapatkan informasi tentang sekolah ini dari senior saya yang pernah sekolah di sana. Saya belajar di Jepang selama satu setengah tahun, walau seharusnya 2 tahun, karena ada satu dua hal. Setelah lulus, awalnya saya ingin mencari kerja di sana tapi akhirnya memutuskan untuk pulang dan mencari kerja di Indonesia. Dan sekarang saya kerja di Bandung.
Alasan saya kenapa ingin sekolah di Jepang adalah untuk memperlancar bahasa dan speakingnya. Karena saya rasa yang saya dapatkan di ndonesia sangat kurang sekali, sedangkan kalau bahasa membutuhkan aplikasinya langsung dalam kehidupan sehari-hari. Apalagi kalau bekerja di perusahaan yang dituntut untuk bisa komunikasi, selain untuk mencari pengalaman baru juga.
Aktivitas saya selama ada di sana, mulai dari pagi-pagi belajar sampai siang, dan saya juga dianjurkan untuk memiliki arubaito (part timer job), karena untuk memperpanjang visa membutuhkan keterangan pendapatan. Setelah beres sekolah langsung pergi arubaito. Di 3 bulan pertama saya kerja dari pagi sampai 12:20 atau dari 14:00 sampai jam 10 malam. Setelah keluar dari arubaito pertama, saya mencari arubaito malam, dari jam 9 malam sampai jam 5 pagi. Kedua arubaito tersebut sama-sama di pabrik bento, dan di sana saya bekerja sebagai packing man.
Rasanya capek juga, tapi karena sudah jadi habits jadinya sudah terbiasa. Dan yang paling senang adalah saya tidak mengerjakannya sendiri karena ada orang indonesia lain yang bekerja di tempat tersebut. Selama belajar di Jepang saya disediakan asrama dan juga dicarikan tempat baito oleh pihak sekolah dan juga diberitahu cara pembuangan sampah.
Awal-awal sebelum dapat baito, 2 minggu setelah kedatangan diharuskan cari baito. Untuk itu, saya masih belum bisa mengandalkan uang sendiri untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, jadinya masih dibantu oleh orangtua. Setelah itu biaya sekolah dan kebutuhan lainnya bisa terpenuhi dengan penghasilan dari baito. Penghasilan perbulan sekitar 120.000 yen dan bagi saya itu sudah cukup bahkan bisa nabung 50.000 yen.
Tapi lama kelamaan ada perasaan kesepian, walaupun serba berkecukupan, saya merasa kurang bahagia, saya paham bahwa harta bukan jaminan untuk bahagia. Walaupun di indonesia makan dengan ikan asin saja sudah bahagia. Pokoknya beda rasanya. Terkadang saya juga bosan karena aktivitasnya itu itu saja.
Jika liburan tiba, biasanya saya jalan-jalan dengan teman orang Indonesia. Beberapa tempat yang pernah saya kunjungi adalah Kyoto, paling jauh Shirakawa go, Nagoya, Osaka. Untuk bisa ke Tokyo memerlukan waktu 3 jam dan ke Nagoya 8 jam.
Yang dipelajari di sekolah hampir sama dengan saat di kuliah, saya merasa tidak ada kendala yang begitu berarti dan saya juga merasa lebih lancar belajar di Jepang karena bisa langsung diaplikasikan. Bahasa pengantar yang digunakan adalah bahasa Jepang. Hanya saja, karena saya seorang muslim, tentunya kendala selama ada di sana adalah waktu shalat, dan lamanya puasa hingga 16 jam tapi tidak terasa karena banyak aktivitas yang dilakukan. Supaya bisa shalat 5 waktu saya pilih pekerjaan di malam hari. Tapi di Jepang saya merasa lebih bisa saling menghargai selama mereka tidak melarang saya untuk beribadah. Setelah pulang ke Indonesia, saya jadi lebih peka untuk lebih menghargai orang-orang yang minoritas. Banyak hal positif yang mengubah hidup saya seperti bagaimana caranya mengatur waktu, dan sebagainya.
Semua hal yang tidak ada di Indonesia bagi saya semuanya sangat berkesanan. Misalnya secara aturan, kebersihan, budaya, maupun kondisi cuaca. Misalnya ada salju yang tidak ada di indonesia.
Tapi justru itulah yang membuat saya semakin cinta dengan Indonesia, dan berbicara tentang humanis di Indonesia jauh lebih baik dibandingkan di sana. Walaupun secara kebersihan ya Indonesia kalah. (hahaha). Bahkan kalau di Jepang tengah malam pun masih berani untuk keluar.
Selain itu, kesan orang Jepang menurut saya, mereka terlihat menjaga jarak. Saya belajar untuk bisa menghargai negara sendiri.
Terakhir, pesan-pesan saya buat teman-teman すかSUKI yang ingin ke Jepang, luruskan niat dan semangat!! Walaupun sebelum berangkat punya tujuan apa, tapi kalau sudah ada di sana kemungkinan bisa berubah 360 derajat, dan jangan lupa fokus dengan tujuan kita.